Tuesday 30 December 2014

Pedoman Pengawasan Tempat-Tempat Umum (TTU)


Tempat-Tempat Umum juga dapat menimbulkan dampak yang buruk bagi kesehatan apabila tidak dikelola dengan baik, oleh sebab itu menjadi tugas dari petugas kesehatan lingkungan (sanitarian) untuk melakukan pemantauan dan pengawasan secara berkala.

Tempat-tempat umum
tempat kegiatan bagi umum yang dilakukan swasta, perorangan, bemerintah, masyarakat yang ada tempat dan kegiatannya tetap.

Jenis tempat-tempat umum
a. berkaitan pariwisata
  • hotel/penginapan
  • kolam renang, pemandian umum
  • restoran, rumah makan, cafe, warung nasi
  • bioskop, gedung pertemuan
  • tempat hiburan/rekreasi
  • taman
b. berkaitan sarana perhubungan
  • terminal darat/ kerata api
  • pelabuhan laut/udara
c. berkaitan sarana sosial
  • tempat ibadah
  • pasar
  • Gedung Olahraga (GOR)
d. berkaitan sarana komersil
  • salon
  • pangkas rambut
  • pusat perbelanjaan
  • dll
Pengawasan dan pemeriksaan
melakukan pengawasan dan memeriksa item-item yang berkaitan dengan kesehatan lingkungan dan kesehatan pada umumnya. fasilitas sanitasi yang diawasi seperti (airbersih/minum, pembuangan kotoran, limbah, sarana pengumpulan dan pembuangan sampah). titik berat kegiatan pada pengadaan fasilitas sanitas, penggunaan fasilitas serta pemeliharan fasilitas sanitasi yang ada.

Langkah kegiatan yang dilakukan
  1. pengumpulan data dasar sarana TTU yang ada pada wilayah kerja
  2. peraturan daerah berkaiatan TTU (biasanya masalah izin usaha)
  3. permasalahan umum/khusus mengenai objek TTU yang akan diawasi
  4. hambatan pelaksanaan ( surat tugas, BBM, dll)maupun hambatan sosial (pengelola kurang responsif dengan kedatangan petugas)
  5. potensi yang bisa dikembangkan
  6. saran-saran perbaikan
  7. koordinasi lintas sektor terkait misal; satpol pp tentang masalah perizinan, kelurahan/kecamatan, desa, tokoh masyarakat, LSM, Dinas perindustrian/perdagangan dll
  8. buat perencanaan untuk pengawasan tindak lanjut setelah pengawasan tahap I
  9. penyuluhan kepada konsumen/ masyarakat pemakai sarana TTU
  10. penilaian dan reward bagi TTU terbaik dalam mengelola fasilitas sanitasi
  11. perbanyak alat peraga dan poster tentang TTU sehat
  12. Sosialisasikan Standar TTU yang Sehat menurut ilmu higiene sanitasi
  13. lakukan pelaporan indikator perkembangan TTU yang ada.

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)


Demam berdarah dengue (DBD) adalah :
  • penyakit dengan tanda demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus selama 2 s.d 7 hari, 
  • Manifestasi perdarahan (ptekie, purpura, perdarahan konjuctiva, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena, hematuri), trombositopeni (kurang atau sama dengan 100.000 /ul), 
  • hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit >20 %)
  • disertai dengan atau tanpa pembesaran hati (hepato megali)
Penyebab DBD : Virus dengue
Masa inkubasi : 4 sampai dengan 7 hari
Vektor : Nyamuk Aedes (Aedes aegypti, Aedes albopictus) untuk aedes albopictus lebih senang hidup dikebun/ladang maka fogging disekitar kebun di dekat rumah perlu juga.
pasien dengan Demam Dengue (biasanya tidak menampakkan gejala/asimptomatis) hanya berupa demam ringan.

Tanda dan gejala penyakit
a. Demam
  • demam tinggi mendadak, terus menerus 2 s.d 7 hari
  • panas turun pada hari ketiga (3), kemudian naik pada hari keenam (6) dan ketujuh (7)
b. Tanda perdarahan
perdarahan bisa terjadi pada semua organ, sesuai dengan manifestasi perdarahan diatas dengan melakukan uji Tourniquet. petekie sering ditemukan pada awal-awal demam.

c. Pembesaran hati
d. Renjatan (syok)
  1. kulit teraba dingin dan lembab terutama ujung hidung, jari tangan dan kaki
  2. penderita menjadi gelisah
  3. sianosis didekitar mulut
  4. nadi cepat, lemah, kecil sampai tidak teraba
  5. tekanan nadi menurun, sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang
Gejala klinik lain 
  • nyeri otot
  • anoreksia (hilang nafsu makan)
  • lemah
  • mual
  • muntah
  • sakit perut
  • diare
  • kejang:
  • kadang terjadi penurunan kesadaran
Tersangka Demam Berdarah jika
  • Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas
  • berlangsung terus-menerus selama 2 s.d 7 hari 
  • disertai manifestasi perdarahan
  • trombositopenia (kurang dari 100.000 /ul)
Kriteria Klinis
  1. demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2 - 7 hari
  2. ditemukan manifestasi perdarahan
  3. pembesaran hati
  4. syok
Siklus Hidup Aedes.sp
  • telur ( kurang lebih 2 hari)
  • jentik (6 s.d 8 hari)
  • kempompong (2 s.d 4 hari)
  • nyamuk dewasa (9 s.d 10 hari)
  • nyamuk betina ( hidupnya bisa mencapai 2 sampai 3 bulan)
Tempat perindukan nyamuk :
  • jaraknya biasa tidak melebihi 500 meter dari rumah 
  • tepat penampungan air (drum, tangki, tempayan, bak, ember)
  • tempat bukan penampungan air (ban, kaleng, botol, plastik, vas bunga, tempat minum burung)
  • tempat pemampung air alamiah (lobang pohon, lobang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah daun, potongan bambu)
perilaku nyamuk
  • nyamuk jantan menghisap cairan tumbuhan atau sari bunga
  • nyamuk betina lebih menyukai darah manusia dari pada binatang
  • nyamuk betina biasanya aktif pada pagi (9.00 s.d 10.00 wib) dan sore hari (16.00 sd 17.00)
  • rata-rata telur nyamuk betina sebanyak 100 butir.
  • telur juga dapat diletakkan pada tempat kering (suhu minus 2 derjatcelc sampai 42 derjcelc) sampai menunggu ada genangan air (hujan).
  • kemampuan terbang 40 meter maksimal 100 meter namun bisa lebih jauh terbawa oleh angin
  • pada ketinggian 1000 meter diatas perukaan laut jarang ditemukan
Survei Jentik
  • Nyamuk dewasa dapat diketahui dengan mata telanjang
  • periksa tempat peridukan nyamuk aedes (tempat yang ada wadah atau pembatas dengan tanah)
  • pada air yang agak keruh biasa jumlah jentik ditemukan lebih sedikit
Angka Bebas Jentik (ABJ)
(Jumlah rumah tidak ada jentik : jumlah rumah diperiksa )  X  100%

Kepadatan Nyamuk
untuk mengetahui bisa digunakan Ovitrap (kaleng yang dicat warna hitam pada bagian dalam diberi air secukupnya). perhitungannya adalah jumlah telur dibagi jumlah ovitrap yang digunakan.

Pemberantasan Nyamuk
A. Nyamuk Dewasa
  • fogging pada dinding
  • menyemrot nyamuk harus dari dalam dahulu berangsur-angsur petugas fogging mundur keluar rumah
  • peralatan safety (masker, sarung tangan, kaca mata) wajib dipakai
  • insektisida yang digunakan 
- Organophosphat ( ex. malathion)
- Pyretroid sintetik (ex. sihalotrin, cypermetrin, alfametrin)
- Carbamat

  • penyemrotan dilakukan 2 kali dengan jarak satu minggu (7 hari) dari penyemrotan sebelumnya
  • dilakukan juga PSN (pemberantasan sarang nyamuk)
B. Jentik
  • melaksanakan 3 M (menutup, menguras, menimbun)
  • Abtisasi ( temephos dengan dosis 10 gram/satu sendik makan rata untuk 100 liter air pada bak penampungan) efeknya bisa bertahan selama 3 bulan
  • memlihara ikan pemakan jentik (ikan kepala timah, ikan pantau, ikan gupi, ikan cupang dll)
Pemberantasan dan pencegahan Nyamuk :
  • lakukan penyelidikan epidemiologis oleh snaitarian atau pengelola program P2M puskesmas
  • tentukan fokus lokasi fogging (buat pemetaan wilayah)
  • Bila ada lebih dari dua kasus pada satu wilayah dengan jarak kurang 100 meter, lakukan penyemrotan dua kali dengan jarak 7 hari.
  • libatkan lintas sektor untuk menggerakkan PSN di masyarakat
  • lakukan pemantau berkala setiap tahun pada wilayah yang pernah terjadi KLB
  • pemeriksaan jentik berkala
  • penyuluhan ( rapat pemerintah, posyandu balita, posyandu lansia, pasar,sekolah, mesjid/ musholla)
  • membuat iklan layanan masyarakat tentang siaga darurat DBD.
Penyelidikan Epidemiologis (PE)
kegiatan pencarian penderita DBD atau tersangka DBD, jentik nyamuk DBD radius 100 meter dari rumah penderita/tersangka DBD.

Tujuan PE : 
  1. untuk mengetahui potensi penularan
  2. untuk mengetahui penderita atau tersangka lainnya
  3. untuk mengetahui ada tidaknya jentik aedes
  4. untuk jenis tindakan  yang cocok utuk dilakukan
Peralatan Survei : tensimeter, senter, formulir PE, surat tugas, Cidukan larva, botol larva dll

Catatan : semua kegiatan yang dilakukan oleh bidang kesehatan sebaiknya disosialisasikan dan diperbincangkan hasilnya di masyarakat secara formal (rapat pemerintahan) ataupun nonformal (warung/kedai kopi, pasar, sarana ibadah, pertemuan masyarakat setempat) tujuan untuk menimbulkan partisipatif masyarakat dalam penanggulangan DBD. mengingat masalah kesehatan tidak bisa diselesaikan hanya oleh pelaksana bidang kesehatan saja tanpa kerjasama dengan masyarakat.



Sunday 28 December 2014

LAPORAN PRAKTEK LAPANGAN KLINIK SANITASI

LAPORAN PRAKTEK LAPANGAN
PELATIHAN ORIENTASI KLINIK SANITASI
Bagi petugas kesehatan linkungan
Kabupaten/kota se Sumbar

BAB I
GAMBARAN UMUM PUSKESMAS
A.      Geografi
Wilayah kerja Puskesmas Padang Pasir adalah Kecamatan Padang Barat yang terletak di pusat kota Padang dengan luas wilayah 7 km2. Dari 10 kelurahan yang ada di wilayah Kecamatan Padang barat 5 kelurahan diantaranya terletak di pinggir pantai.
Batas wilayah Kecamatan Padang Barat adalah sebagai berikut :
·   Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Padang Utara
·   Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Padang Selatan
·   Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Padang Timur
·   Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia
B.      Demografi
                 Tabel 1.  Jumlah Penduduk  di Kecamatan Padang Barat Tahun 2014
No
Kelurahan
Jumlah*
Jumlah KK
Jumlah KK Miskin
1
Flamboyan
4560
1.427
130
2
Rimbo Kaluang
3935
1.025
224
3
Ujung Gurun
4608
1.360
222
4
Padang Pasir
4655
1.717
240
5
Kampung Jao
4396
1.668
138
6
Purus
6745
1.649
645
7
Olo
5270
1.612
436
8
Belakang Tangsi
2920
1.060
119
9
Kampung Pondok
3922
1.430
95
10
Berok Nipah
4633
1.423
428

Jumlah
45644
14.371
2.677

*Sumber : BPS Kota Padang
Tabel 2. Jumlah RT dan RW di Kecamatan Padang Barat Tahun 2014
No
Kelurahan
RT
RW
1
Flamboyan
19
4
2
Rimbo Kaluang
14
4
3
Ujung Gurun
28
7
4
Padang Pasir
22
6
5
Kampung Jao
21
8
6
Purus
27
7
7
Olo
18
4
8
Belakang Tangsi
17
6
9
Kampung Pondok
34
11
10
Berok Nipah
24
8

Jumlah
224
63

C.      10 Penyakit Terbanyak
D.      SUMBER DAYA
NO.
JENIS TENAGA 
JUMLAH
PNS
NON PNS
PTT
NPD/Volunteer
1
Kepala Puskesmas
1
-
-
2
Dokter Umum
2
-
-
3
Dokter Gigi
6
-
-
4
Sanitarian
2
-
-
5
Pelaksana Gizi
2
-
-
6
Perawat
11
-
8
7
Perawat Gigi
2
-
-
8
Bidan
13
6
1
9
Apoteker
1
-
-
10
Asisten Apoteker/D3 Farmasi
6
-
-
11
Analis Laboran
3
-
-
12
Tata usaha
1
-
-
13
Petugas loket dan Medical Record 
2
-
-
14
Fisioterapis
0
-
1
15
Sopir
1
-
-
16
Umum Lainnya
3
-
2
 
 J U M L A H  :
56
6
12

BAB II
HASIL

A.             WAKTU DAN PELAKSANAAN PRAKTEK LAPANGNA DI PUSKESMAS PADANG PASIR
-     HARI/TANGGAL                : KAMIS/ 12 JUNI 2014
-     JAM                                       :  08.00 S/D  11.30 WIB
-     TEMPAT                               :
o   Dalam Gedung : Puskesmas Padang Pasir
o   Luar Gedung      : Purus V Kelurahan Purus

B.              PROSES PELAKSANAAN

   


C.                  HASIL KEGIATAN
1.       Kegiatan Dalam Gedung
Jumlah kunjungan sampai pengamatan selesai  99 orang
Tersangka pasien yang mengidap penyakit yang berbasis linkungan  5  orang ( 5,05 % )
Pasien yang mempunyai penyakit berbasis lingkungan di Puskesmas Padang Pasir berjumlah 13 orang, yang dirujuk ke Klinik  Sanitasi sebanyak 5 orang dengan rincian :
-          ISPA                               :  3 orang
-          Gatal-gatal                  :  1 orang
-          Kecacingan                 :  1 orang
-          Tersangka TBC           :  0 orang
2.       Kegiatan Luar Gedung
Kunjungan pasien Klinik sanitasi dilakukan menggunakan IS ( Inspeksi Sanitasi ) antara lain : formulir Rumah sehat,  sarana air bersih , kartu Rumah.
Selain rumah pasien TB paru yang diinspeksi, dilakukan juga penyelidikan epidemiologi sebanyak  20 rumah dilingkungan sekitar rumah pasien tersebut.  Dengan rincian :

NO
NAMA KK/ANGGOTA KELUARGA
STATUS RUMAH
1
Irwan alex
MS
2
Irsan Dilimonte
MS
3
Etmonetis
MS
4
Ar
MS
5
Naziva
MS
6
afendi
MS
7
Sumardi
MS
8
Anto
MS
9
Ervi
TMS
10
Beni
TMS
11
Fanrozi
TMS
12
Maidarnis
TMS
13
Sudirman
TMS
14
Ferizal
TMS
15
Lazuardi
TMS
16
Yanuar
TMS
17
Murtias
TMS
18
Azi
TMS
19
Juli
TMS
20
Dazi
TMS

A.   Komponen Rumah

1.       Ventilasi : dari 12 rumah yang TMS, 11 rumah dengan kriteria mempunyai ventilasi permanen < 10 % dari luas lantai. 1 rumah tidak mempunyai ventilasi sama sekali
2.       Lubang Asap dapur: dari 11 rumah yang TMS , 7 rumah tidak mempunyai lubang asap dapur dan 4 rumah mempunyai ventilasi permanen < 10 % dari luas lantai
3.       Pencahayaan : dari 8 rumah yang TMS, 3 rumah tidak terang dan tidak dapat dipergunakan untuk membaca. 5 rumah kurang terang sehingga kurang jelas untuk membaca dengan normal.
4.       Langit-langit : dari 5 rumah 1 rumah tidak mempunyai langit-langit. 4 rumah mempunyai langit-langit tetapi kotor.
5.       Jendela kamar tidur : 5 rumah yang diperiksa tidak mempunyai jendela.
6.       Jendela ruang keluarga : 5 rumah yang diperiksa tidak mempunyai jendela.
7.       Dinding : 4 rumah semi permanen.an
B.   Sarana sanitasi
1.       SPAL : 11 rumah mempunyai saluran air limbah yang dialirkan ke selokan yang terbuka tetapi air limbahnya tidak lancar
C.   Perilaku Penghuni
1.       Membuka jendela kamar tidur : dari 9 rumah yang diperiksa,1 rumah tidak pernah dibuka jendelanya, dan 8 rumah kadang-kadang dibuka jendelanya.
2.       Membuka Jendela ruang keluarga : dari 9 rumah yang diperiksa, 1 rumah tidak pernah dibuka jendelanya, dan 8 rumah kadang-kadang dibuka jendelanya.

BAB III
PEMBAHASAN

1.       KEGIATAN DALAM GEDUNG
Hasil kegiatan praktek lapangan, kegiatan klinik sanitasi sudah teritegrasi dengan lintas program di lingkungan puskesmas Padang Pasir. Didapatakan hasil 5,05% pasien yang berbasis linkungan, hal ini dipengaruhi tingkat pendidikan, social ekonomi, dan lintas program yang belum terorganisir dengan baik.
pengamatan kami yang tersangka TBC tidak di temukan, maka dari itu hasil ini menggambarkan penurunan prevalensi TBC. Indonesia dipilih oleh USAID dan paramitra untuk memperoleh penghargaan dengan pertimbangan, yaitu: 1) Kemajuan upaya pengendalian Tuberkulosis yang terjadi di Indonesia dianggap sebagai pelopor dalam penerapan strategi dan pendekatan yang inovatif di bidang pencegahan, diagnosis maupun pengobatan Tuberkulosis; 2) Indonesia termasuk negara pertama yang mengadopsi introduksi Rapid Diagnostic Expert Mycobacterium Tuberculosis/Rifampisin (MTB/RIF), yaitu suatu alat yang bisa mendeteksi kuman Tuberkulosis dan resistensinya terhadap Rifampisin; 3) Implementasi Public Private Mix (PPM) yang komprehensif untuk meningkatkan layanan Tuberkulosis; 4) Komitmen Pemerintah yang kuat untuk tetap menjaga keberhasilan pencapaian pengendalian Tuberkulosis dituangkan dalam rencana pembiayaan yang berkelanjutan Menanggapi hal tersebut.

 Pasien yang dirujuk ke klinik sanitasi  dengan sikap beragam seperti  kurang terbuka dalam memberikan keterangan,tidak sabar atau terburu- buru dalam menjalani konseling.
2.       KEGIATAN LUAR GEDUNG
Dari Kegiatan PE ditemukan beberapa factor resiko yang bisa mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat khususnya penyakit berbasis lingkungan.  Faktor resiko yang ditemukan adalah sebagai berikut ;
A.      Komponen Rumah
·         Ventilasi
·          Lubang Asap dapur
·          Pencahayaan
·          Langit-langit
·         Jendela kamar tidur.
·         Jendela ruang keluarga
·         Dinding
B.      Sarana sanitasi
SPAL : rumah mempunyai saluran air limbah yang dialirkan ke selokan yang terbuka tetapi air limbahnya tidak lancar
C.      Perilaku Penghuni
·   Membuka jendela kamar tidur
·   Membuka Jendela ruang keluarga
Hasil pengamatan kami sebagian besar belum sesuai dengan standar kesehatan, ini akan menimbulkan bebagai dampak terhadap kesehatan pendudk sekitar, terutama terhadap penyakit yang berbasis linkungan. Faktor yang mempengaruhi adalah tingkat pendidikan, social ekonomi dan lintas program yang belum berjalan optimal. Menurut Notoadmojo, 2007 derajat keshatan dipengaruhi empat faktor: lingkungan komtribusinya 45% , perilaku 30%, pelayanan 20% dan genetik 5%

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

1.       KESIMPULAN
Hasil pengamatan dalam gedung di Puskesmas Padang Pasir ditemukan penyakit yang berbasis linkungan, dan ditatalaksana sesuai dengan protap, kemudian  dilakukan konseling di klinik sanitasi dengan memberikan  penyuluhan dengan media tentang penyakit yang disebabkan lingkungan yang tidak sehat.
Hasil pengamatan luar gedung ditemukan sebagian besar rumah tidak memenuhi standar kesehatan, baik aspek fisik,sarana sanitasi dan perilaku penghuni.Halini disebakan tingkat pendidikan, sosial ekonomi dan lintas program yang belum optimal
               
2.       SARAN
Penyelesaian masalah kesehatan lingkungan terutama masalah yang menimpa sekelompok keluarga atau kampung dapat dilaksanakan secara musyawarah dan gotong royong oleh masyarakat dengan bimbingan teknis dari petugas sanitasi dan lintas sektor terkait. Apabila dengan cara demikian tidak tuntas dan atau untuk perbaikannya memerlukan pembiayaan yang cukup besar maka penyelesaiannya dianjurkan untuk mengikuti mekanisme perencanaan yang ada, mulai perencanaan tingkat desa, tingkat kecamatan dan tingkat kabupaten/kota . Petugas sanitasi juga dapat membantu mengusulkan kegiatan perbaikan kesehatan lingkungan tersebut kepada sektor terkait
Keberhasilan klinik sanitasi di lapangan Sangat tergantung pada kemauan, pengetahuan dan keterampilan petugas klinik sanitasi dalam menggali, merumuskan dan memberikan saran tindak lanjut perbaikan lingkungan dan perilaku secara cepat, tepat dan akurat. Selain itu dukungan kepala Puskesmas, petugas kesehatan lain, lintas sektor dan masyarakat terutama dalam penyelesaian masalah kesehatan lingkungan sangat dibutuhkan untuk keberhasilan pelaksanaan klinik sanitasi. Untuk itu dalam pelaksanaan klinik sanitasi harus dilakukan secara terintegrasi dan didukung pengetahuan dan keterampilan di bidang lainnya seperti teknik komunikasi, konseling dan lain-lain
Masalah penyakit lingkungan berbasis wilayah meliputi penyakit New Emerging Infectious Disease (NEID) dan Re Emerging Infectious Disease (REID) merupakan ancaman kesehatan masyarakat yang harus diantisipasi, karena berpotensi terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB), menyebar dalam tempo singkat dan menimbulkan dampak luar biasa terhadap kehidupan masyarakat serta merupakan salah satu ancaman serius di masa mendatang.Untuk itu dibutuhkan kolaborasi lintas sektor, lintas program maupun lintas negara dalam manajemen penanggulangannya, termasuk keterlibatan aktif lembaga pendidikan kesehatan
BAB V
PEMBELAJARAN YANG DIPEROLEH

PENGAMAT :
·         Aplikasi ilmu yang di dapat selama pelatihan lebih bermanfaat karena dilakukan setelah proses pembelajaran
·         Membuat manajemen terorganisir dalam pengelolaan penyakit berbasis lingkungan
INSTANSI :
·         Aplikasi ilmu terapan baik dalam lingkungan Dinas kesehatan, puskesmas dan lintas sektor
·         Membuat manajemen program klinik sanitasi di puskesmas,
Indonesia dipilih oleh USAID dan paramitra untuk memperoleh penghargaan dengan pertimbangan, yaitu: 1) Kemajuan upaya pengendalian Tuberkulosis yang terjadi di Indonesia dianggap sebagai pelopor dalam penerapan strategi dan pendekatan yang inovatif di bidang pencegahan, diagnosis maupun pengobatan Tuberkulosis; 2) Indonesia termasuk negara pertama yang mengadopsi introduksi Rapid Diagnostic Expert Mycobacterium Tuberculosis/Rifampisin (MTB/RIF), yaitu suatu alat yang bisa mendeteksi kuman Tuberkulosis dan resistensinya terhadap Rifampisin; 3) Implementasi Public Private Mix (PPM) yang komprehensif untuk meningkatkan layanan Tuberkulosis; 4) Komitmen Pemerintah yang kuat untuk tetap menjaga keberhasilan pencapaian pengendalian Tuberkulosis dituangkan dalam rencana pembiayaan yang berkelanjutan Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kemkes RI, Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(K), MARS, DTM&H, DTCE, menyatakan Indonesia telah berhasil menurunkan insidens, prevalens, dan angka kematian akibat TB. Insidens TB berhasil diturunkan sebesar 45%, yaitu 343 per 100.000 penduduk (1990) menjadi 189 per 100.000 penduduk (2010). Prevalensi TB diturunkan sebesar 35%, yaitu 443 per 100.000 penduduk (1990) menjadi 289 per 100.000 penduduk (2010). Selanjutnya, angka kematian diturunkan sebesar 71%, yaitu 92 per 100.000 penduduk (1990) menjadi 27 per 100.000 penduduk (2010).

Hal ini berarti target MDGs untuk tuberkulosis sudah dapat dicapai di Indonesia.
Ini merupakan suatu prestasi nasional juga internasional, kata Prof. Tjandra.
BAB VI
KESIMPULAN
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa kunci
keberhasilan program penanggulangan tuberkulosis adalah dengan
menerapkan strategi DOTS, yang juga telah dianut oleh negara kita.
Oleh karena itu pemahaman tentang DOTS merupakan hal yang sangat
penting agar TB dapat ditanggulangi dengan baik.
DOTS mengandung lima komponen, yaitu :
1. Komitmen pemerintah untuk menjalankan program TB nasional
2. Penemuan kasus TB dengan pemeriksaan BTA mikroskopik
3. Pemberian obat jangka pendek yang diawasi secara langsung,
dikenal dengan istilah DOT (Directly Observed Therapy)
4. Pengadaan OAT secara berkesinambungan
5. Monitoring serta pencatatan dan pelaporan yang (baku/standar)
baik
Istilah DOT diartikan sebagai pengawasan langsung menelan obat
jangka pendek setiap hari oleh Pengawas Menelan Obat (PMO)
Pengawasan dilakukan oleh :
Penderita berobat jalan
1. Langsung di depan dokter
2. Petugas kesehatan
3. Orang lain (kader, tokoh masyarakat dll)
4. Suami/Istri/Keluarga/Orang serumah
Penderita dirawat
Selama perawatan di rumah sakit yang bertindak sebagai PMO adalah
petugas RS, selesai perawatan untuk pengobatan selanjutnya sesuai
dengan berobat jalan.
Tujuan :
Mencapai angka kesembuhan yang tinggi
Mencegah putus berobat
Mengatasi efek samping obat
Mencegah resistensi
Dalam melaksanakan DOT, sebelum pengobatan pertama kali dimulai
harus diingat:
Tentukan seorang PMO
Berikan penjelasan kepada penderita bahwa harus ada seorang
PMO dan PMO tersebut harus ikut hadir di poliklinik untuk
mendapat penjelasan tentang DOT
Persyaratan PMO
PMO bersedia dengan sukarela membantu penderita TB sampai
sembuh selama 6 bulan. PMO dapat berasal dari kader dasawisma,
kader PPTI, PKK, atau anggota keluarga yang disegani penderita
Tugas PMO
Bersedia mendapat penjelasan di poliklinik, memberikan
pengawasan kepada penderita dalam hal minum obat,
mengingatkan penderita untuk pemeriksaan ulang dahak sesuai
jadwal, memberitahukan / mengantar penderita untuk kontrol bila
ada efek samping obat, bersedia antar jemput OAT jika penderita
tidak bisa datang ke RS /poliklinik
Petugas PPTI atau Petugas Sosial
Untuk pengaturan/penentuan PMO, dilakukan oleh PKMRS
(Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit), oleh
PERKESMAS (Perawatan Kesehatan Masyarakat) atau PHN
(Public Health Nurse), paramedis atau petugas sosial
Petugas sosial
Ialah volunteer yang mau dan mampu bekerja sukarela, mau
dilatih DOT. Penunjukan oleh RS atau dibantu PPTI, jika
mungkin diberi penghargaan atau uang transport
Penyuluhan tentang TB merupakan hal yang sangat penting,
penyuluhan dapat dilakukan secara :
Peroranga/Individu
Penyuluhan terhadap perorangan (penderita maupun keluarga)
dapat dilakukan di unit rawat jalan, di apotik saat mengambil obat
dll
Kelompok
Penyuluhan kelompok dapat dilakukan terhadap kelompok
penderita, kelompok keluarga penderita, masyarakat pengunjung
RS dll
Cara memberikan penyuluhan
Sesuaikan dengan program kesehatan yang sudah ada
Materi yang disampaikan perlu diuji ulang untuk diketahui tingkat
penerimaannya sebagai bahan untuk penatalaksanaan selanjutnya
Beri kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, terutama hal yang
belum jelas
Gunakan bahasa yang sederhana dan kalimat yang mudah
dimengerti, kalau perlu dengan alat peraga (brosur, leaflet dll)